Laporan: Dwidjo
KEBERSAMAAN mencegah stroke memiliki makna yang sangat luas, terlebih dengan akan datangnya Peringatan Hari Stroke Sedunia. Pada 24 Juni mendatang semua elemen masyarakat memperingatinya, terlebih mereka yang peduli terhadap bahaya stroke. Dampak yang ditimbulkan serta kerugian akibat penderita tidak dapat melakukan kegiatan seperti semula.
Tanggal 24 Juni 2005, ditetapkan sebagai Hari Stroke Sedunia dengan berbagai alasan. Sekarang ini jumlah penderita stroke terus bertambah, di Amerika Serikat setiap 45 detik seseorang mengalami stroke baru. Setiap tiga menit satu orang meninggal akibat stroke.
Stroke sudah menjadi masalah global, bukan lagi masalah satu negara saja. Untuk itu penanganan stroke tidak bisa hanya dengan satu disiplin ilmu, perlu melibatkan banyak disiplin ilmu. Lebih luas lagi perlu melibatkan jaringan kerja antar negara dan antar lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam penanggulangan stroke.
Stroke braind attack merupakan penyakit peredaran pembuluh darah di otak, disebabkan penyumbatan pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke terjadi karena akumulasi dari beberapa faktor risiko, di antaranya darah tinggi, stres berat, kolesterol tinggi, kencing manis, jantung koroner dan kegemukan. Padahal faktor risiko stroke dapat dihindari, hanya faktor kelamin yang tidak dapat dihindari dari risiko stroke. Dari hasil survei Litbang Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) tahun 2003, dengan jumlah sample sebanyak 193 orang, terlihat orang yang terkena stroke berusia 50 tahun ke atas atau 85,49%. Usia muda terkena stroke, jumlahnya 1,55 %. Meski masih kecil perlu diwaspadai. Menurut jenis pekerjaan orang yang terkena stroke, serta masih aktif bekerja, dari 45 orang yang disurvei, 20 orang atau 44,44% responden pegawai negeri sipil, TNI/Polri. Sebanyak 37,16% dari 148 responden pensiunan PNS, TNI/Polri.
Banyaknya orang yang terkena stroke karena minimnya pengetahuan mereka tentang masalah stroke. Apalagi cara penanggulangannya. Survei dari 193 responden, hanya 58 orang atau sekitar 30,05 % yang mengetahui tentang stroke sebelum serangan, selebihnya tidak mengetahui informasi tentang stroke.
Walaupun data yang dikemukakan belum bisa mewakili data keseluruhan di Indonesia, karena survei hanya dilakukan di Jakarta, tetapi paling tidak gambaran tentang penyakit stroke telah menghantui kehidupan masyarakat. Minimnya data informasi mengenai jumlah penderita stroke di Indonesia, serta wilayah jangkauan tempat tinggal penderita stroke yang menyebar sampai ke pelosok desa yang turut mempersulit jangkauan penanganan dan pendataannya.
Golden periode
Banyak kalangan mengharapankan, stroke mendapat perhatian pemerintah. Seperti halnya penyakit jantung dan kanker sebagai pembunuh yang mematikan. Stroke dapat masuk ke dalam kelompok penyakit gawat darurat yang perlu segera mendapat pertolongan yang cepat dan benar di rumah sakit dalam waktu kurang dari tiga jam (golden periode) sebagai waktu yang sangat berharga bagi penderita stroke.
Penanganan stroke yang komprehensif sebenarnya perlu melibatkan peran aktif masyarakat dan keluarga, sebelum mendapat pertolongan tenaga medis. Unsur masyarakat dan keluarga memegang peranan penting untuk menekan jumlah meningkatnya angka kejadian stroke.
Bukan saja tenaga medis yang harus menangani penderita stroke, semua unsur masyarakat dapat berperan penting dalam menyelamatkan penderita dari kejadian fatal. Untuk itu sosialisasi yang benar harus dilakukan, kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan.
Polisi lalu litas yang mengatur kelancaran jalan raya juga sangat berperan mengatasi permasalahan yang terjadi. Kalau seorang penderita harus dirujuk ke rumah sakit, perlu penanganan cepat. Untuk itu perlu kelancaran mencapai tempat rujukan sebelum mendapatkan pertolongan dokter.
Momentum hari stroke sedunia masyarakat harus menyadari akan bahaya stroke yang telah menelan banyak korban. Pada saat yang sama mengajak masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi penyakit yang mematikan ini, penyakit stroke juga telah membawa dampak ekonomi dan sosial yang begitu luas bagi penderitanya dan bagi negara. Lebih jauh lagi penyakit stroke dapat mengakibatkan hilangnya suatu generasi yang berpotensi dalam pembangunan bangsa.
Oleh karena bila yang terkena stroke adalah yang berusia produktif, antara usia 40 – 45 tahun, di usia tersebut seseorang menduduki posisi puncak di tempat mereka bekerja. Jika mereka terkena stroke, potensi yang dimiliki para eksekutif muda tersebut akan terhambat.
Dari segi sosial, orang yang menderita stroke kebanyakan mengalami depresi mental waktu pertama kali terkena, rasa rendah diri dan menutup diri dari lingkungan masyarakat akan menambah beban kejiawaan bagi penyandang stroke itu sendiri.
Sedangkan dampak bagi ekonomi negara, negara akan mengeluarkan banyak biaya untuk membantu pengobatan bagi orang-orang stroke yang kurang mampu dalam jangka waktu yang lama, pemerintah pun perlu menyediakan fasilitas kesehatan di rumah sakit untuk melayani para penderita stroke, seperti pengadaan unit stroke.
Masalah stroke telah menjadi keprihatinan dunia karena mengingat dampaknya yang begitu besar dan sudah menduduki pringkat kedua setelah penyakit jantung ischemic, sebagai penyakit penyebab kematian dan meningkatnya jumlah kecacatan yang serius baik di negara maju maupun negara berkembang. (djo)